PATRIOT
A.
Keluarga Loe dan Audrey kecil
Budi Loekito (Loe Seng
Hoe) dilahirkan di Tulungagung, Jawa Timur, pada 24 Februari 1954. Sebagai anak
ke-enam dari delapan bersaudara. Engkongnya Loe Sek Tic, adalah seorang imigran
dari Xiamen profinsi Fujien RRC, yang datang ke Indonesia pada dekade ke-dua
abad ke-20 untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Ketika muda, Budi
Loekito bercita-cita jadi tentara. Ia juga sangat getol dalam berbagai organisasi
yang dinilainya merakyat dan peduli pada orang miskin. Cita-cita nya pada saaat
itu adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar kelak bisa digunakan untuk
membatu anak-anak jalanan di seluruh Indonesia.
Audrey kecil tidak
pernah bermimpi jadi putri raja. Tidak lama kemudian engkongnya yang tercinta
meninggal. Ini sangat mengejutkan semua orang karena ia tidak pernah
sakit-sakitan. Beberapa bulan sebelum kepergiannya nenek dari Audrey ditabrak
sepeda motor saat bersepeda ke alun-alun. Kebiasaan ini telah dilakukannya
selama bertahun-tahun tanpa insiden sedikitpun. Dan setelah beberapa bulan
dirawat dirumah sakit emak (nenek) terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma,
saat dia sadar dari komanya ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa suaminya
telah meninggal dan ia sendiri divonis lumpuh seumur hidup.
Bagaimana mungkin ia
bisa kehilangan dua orang yang ia cintai dalam waktu yang begitu singkat? Ia
harus merelakan engkongnya pada alam maut dan emaknya pada suatu penyakit
menahun yang telah merenggut seluruh kepribadiannya. Saat itulah Audrey kecil
terobsesi menemukan makna hidupnya. “Jika hidup ini hanya sementara, maka harus
ada makna, tujuan, arti, dan gunanya. Aku tidak mau mati dalam penyesalan”.
Dan pada suatu hari
yang cerah saat usianya 5 tahun ia masih ingat kejadian pagi itu saat ia
diantar oleh ayahnya ia melihat dari
kaca jendela mobil, seorang anak laki-laki seusianya sedang mendorong gerobak
sampah di jalan. Kemudian ia bertanya kepada ayahnya “mungkinkah anak laki-laki
tersebut sekolah?” “Tidak ada biaya
untuk sekolah dan hampir tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mereka tetapi
hanya negara yang bisa melakukan itu,” begitulah jawaban dari sang ayah.
Sejak hari itu Audrey
akan masuk ke pemerintahan dan membantu rekan-rekan senegaranya. Sayangnya,
harapan Audrey sangat berbeda dengan harapan ayahnya yang berharap Audrey mampu
bersekolah diluar negeri. Banyak orang yang mengamati kehidupan dan
prestasinya, Audrey tidak menyangka bahwa ayahnyalah yang sangat berperan dalam
menfasilitasi pendidikannya. Ayah Audrey
tanpaknya pendiam, giat bekerja dan tak banyak berambisi dan lebih ke sifat patriotisme. Dan sifat patriotisme
itulah yang sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Audrey kecil masih sering
berfikir sendiri alangkah indahnya jika orang-orang seperti ayahnya mampu
berpatisipasi penuh dalam usaha pembangunan bangsa.
B.
Zamrud Khatulistiwa
Hari pertama masuk SD
sangat berkesan. Ia masih ingat betapa bangga hatinya ia masuk kedalam kelas
bersama 40 anak lainnya. Ruang kelas tersebut berbentuk seperti biasa dan
terdapat garuda pancasila di atas papan tulis di apit oleh potret Presiden
Soeharto dan Wakil Presiden Tri Sutrisno. Persis di sebelah papan tulis Bendera
Merah Putih.
Audrey berusaha untuk
belajar segiat mungkin, pelajaran yang paling disukainya Bahasa Indonesia dan
PPKN karena keduanya mengajarkan banyak hal tentang bangsa dan negara.
“Negara Indonesia
disebut juga Zabrut Khatulistiwa. Sejak dulu Indonesia sudah diincar oleh
bangsa-bangsa penjajah karena hasil buminya banyak. Dan setelah merdeka sudah
menjadi milik rakyat. Dan Indonesia dapat membangun negara-negaranya secara
maksimal di tangan orang-orang seperti Audrey. Karena itulah mereka harus giat
belajar agar bangsa indonesia tidak dijajah lagi”.
Audrey sangat ingin menjadi
anak pintar yang suatu hari bisa berguna bagi negaranya. Setelah ia belajar
dengan amat giat ia berasumsi bahwa jadi
anak pintar itu susah, demikian gumamnya dalam hati. Selalu bosan dikelas, selalu ingin lebih dari yang disediakan
disekolah. Selalu dihardik guru-guru karena bertanya diluar konsep pelajaran.
Selalu sendiri karena tidak “nyambung” dengan kebanyakan teman sebayanya.
Mengapa aku dilahirkan pintar? Tapi jika aku tidak pintar, aku tidak bisa
membantu mereka. Mereka disini adalah anak-anak jalanan, pengamen, dan
anak-anak putus sekolah lainnya.
Yang harus selalu kita
sadari adalah bahwa kemerdekaan kita tidak boleh diterlantarkan jangan sampai
kita memiliki mentalitas “sudah merdeka ya sudah”. Sampai kini masih banyak
penjajah terselubung yang tengah menguntit kita : perpecahan negara, kebodohan,
dan sikap mudah diprofokasi. Hal ini memiliki potensi untuk melumpuhkan dan
menghancurkan kita dari dalam. Sehingga “Indonesia Raya” akhirnya hanya menjadi
suatu fartamorgana suatu hal yang jauh disana.
Sadarlah bahwa nasib
negara kita ada ditangan kita masing-masing. Indonesia memiliki banyak potensi
untuk menjadi super power. Tanah kita
luas dan alam kita kaya tinggal kita sendiri yang harus peduli akan nasib tanah
air kita sendiri. Beranikah kita
mementingkan kepentingan negara diatas kepentingan suku dan golongan? Beranikah
kita untuk benar-benar mencintai Indonesia bukan hanya di mulut tetapi juga
didalam hati dan segala prilaku kita? Jika iya maka besar harapan kita untuk
menjadi negara yang maju dan jaya. Jika iya maka pantaslah kita untuk menanti
masa depan yang cerah.
C.
Tidak punya Negara
Hari itu dimulai dengan
pagi dan bersemangat karena ia akan menemani orang tuanya ikut pemilihan umum.
Ada tiga partai yang boleh dipilih: Golkar, PDI, dan PPP. Saat pemilihan
selesai dalam perjalanan pulang kerumah Audrey
tak henti-hentinya menginterograsi orang tuanya.
“Ma, tadi mama pilih
partai apa?”
“Mama kan udah bilang
daritadi pilihan seseorang itu rahasia”
“Aku gak akan bilang ke
siapa-siapa, janji deh”
“papa tadi pilih
golkar” kata ayahnya yang tiba-tiba menyela.
“Golkar partainya
presiden Soeharto? Kenapa?”
“Papa pilih presiden
Soeharto karena dia itu paling melindungi orang-orang Cina seperti kita.
Walaupun kamu lahir dan besar di Indonesia nenek moyangmu semua berasal dari
Cina. Kita ini sebetulnya tidak punya negara
“apa yang diajarkan
disekolahanmu tidak benar. Nanti kalau kamu sudah besar papa akan kirim kamu
keluar negeri. Kamu akan jauh lebih dihargai disana”.
Negaranya sama sekali
tidak ambil pusing apakah ia hidup atau mati, pintar atau bodoh. Kenyataannya
ia hanya sebutir pasir ditengah hamparan lautan manusia dibumi nusantara tak
berdaya dan tak bermakna. Untuk pertama kali Audrey benar-benar takut akan masa
depannya. Ia takut bahwa semua ilmu yang ditimbanya tidak akan pernah digunakan
untuk mensejahterakan bangsanya, seperti yang diinginkannya sejak dulu.
Sampai saat ini Audrey
takut berbicara dengan orang lain tentang cita-citanya. Dia todak mau
ditertawakan, dimaki atau dikuliahi bahwa ia “tidak benar-benar mempunyai
negara”. “kamu itu bukan orang Indonesia asli” begitu banyak orang
menasehatinya. Sebaiknya kamu mencari cita-cita lain saja.
Dan yang paling menyakiti
hati audrey adalah bahwa setiap orang yang memberi nasehat seperti itu selalu
merasa telah “berjasa” mendidik dirinya-seorang anak kecil yang tidak tahu
apa-apa.
Lebih
baik aku tidak cerita pada siapapun. Toh, tidak pernah ada yang mengerti. Semua
isi hati dan impianku, ku simpan saja sendiri. Lebih baik aku berteman dengan
buku-bukuku. Mereka tidak pernah mengata-ngataiku atau menertawakanku. bukankah
kata guru-guru disekolahku bahwa buku adalah jendela dunia?
Demikianlah Audrey
memutuskan untuk menjadikan buku-bukunya teman terdekatnya. Hanya mereka yang
mengetahui impiannya , suka dukanya serta isi relung hati dan jiwanya. Sebab
saat ia belajar ia merasa kuat tangguh dan berani. Tak ada hal yang tidak
mungkin diraihnya, tidak ada masalah yang terlalu sulit untuknya. Sementara
didunia nyata dia hanya seorang “anak kecil” yang naif. Seorang minoritas yang
tak berdaya, kecil, dan lemah.
D.
Perubahan
Besar dalam Hidup
Semua itu berubah saat
usianya beranjak sepuluh tahun. Saat itu di pertengahan Mei 1998 Indonesia
sedang dilanda kekacauan politik dan sosial.
Untuk pertama kalinya
Audrey melihat ayahnya takut. Ayah dan Ibunya sedang sibuk sendiri dikelilingi
oleh tumpukan uang dan surat-surat yang bertebaran. Percakapan mereka
terbata-bata.
“kita harus siapkan US
dolar dan Rupiah”
“mau lari kemana?”
“ ke Bali saja lebih
aman, takutnya kalau jalan ke bandara dihadang tentara”
“surat-surat?”
“ya. Ada kartu
keluarga, akta nikah, dan akta lahir.”
“jangan lupa surat
bukti kewarganegaraan”
“nanti ada biara di
Bali semua sudah diatur. Sekarang tinggal jelaskan ke Audrey”
Orang tuanyapun
bersiap-siap membohongi Audrey.
“Drey, kita akan
berlibur ke Bali naik mobil. Nanti papa dan supir Oni yang gantian nyopir”
Apa mereka pikir
dirinya bodoh? “aku tidak mau pergi, aku akan tinggal disini”.
Dan ayahnya pun menjawab dengan berang
dan akhirnya Audrey pun menurut.
Mereka pulang dari Bali
dua minggu kemudian. Tanpa ada celah sedikitpun walupun Budi Loekito telah
menginstruksikan supir Oni untuk menerjang siapapun yang berani menghadang
mereka. Tetapi syukurlah hal itu tidak terjadi.
Kerusuhan pada tahun
1998 yang lantas diikuti dengan runtuhnya orde baru praktis mengakhiri segala
pikiran masa kecil, dan saat itu Audrey mulai belajar ekstra keras dengan
harapan dapat berguna bagi bangsa dan negara.
Belajar dan hanya
belajar yang ada dibenak Audrey. Lapar dan dahaga akan ilmu pengetahuan sudah
menjadi bagian dari masa kecilnya. Sementara diluar dirinya, berbagai kekerasan
di masyarakat semakin memperkuat ketidakberdayaan dirinya. Untuk melawan rasa
ketidakberdayaan itu ia semakin meningkatkan semangat untuk belajar dan terus
menerus menggali berbagai pengetahuan dari buku-buku.
Ada pepatah yang
mengatakan bahwa orang-orang yang ketakutan biasanya akan terobsesi terhadap
sesuatu. Walaupun saat itu tidak disadarinya, tetapi jika dilihat kebelakang
pada masa-masa inilah dia mulai terobsesi untuk belajar. Belajar adalah obat
penenangnya, harapan satu-satunya bahwa suatu hari ia dapat melakukan suatu
yang berguna. Ayahnya telah mengizinkan untuk membeli semua buku yang
diinginkan melalui internet., dan fakta bahwa buku-buku tersebut semuanya
ditulis dalam bahasa inggris-indonesia. “kalau aku bisa menghafalkan seluruh
isi kamus ini, aku bisa masuk kedalam universitas luar negeri.
Ditengah seuruh waktunya yang dia curahkan
untuk belajar dan membaca buku, Audrey masih bisa mengatur waktu luang. Pada
saat seperti itulah dia bisa bersantai. Salah satu aktifitas di kala luang
adalah mendengarkan musik klasik.
E.
Memecahkan Rekor
Essay berjudul “Les
Grands Congquereurs (idolaku)” disusun saaat Audrey berumur 11 tahun dan duduk
di kelas 1 SMP. Berisikan tentang kisah penakluk besar dalam sejarah Eropa,
yaitu Napoleon Bonaporte (1769-1821) dan Duke of Wellington (1769-1852).
Tentang Napoleon
Bonaporte, tokoh besar dari Prancis ini, Audrey menyusun dua bagian esai. Satu
bagian hasil menulis sendiri dengan tulisan tangan , satu bagian lainnya berupa
print out perjalanan hidup Napoleon
bersumber dari Grolier Electronic Publishing tahun 1993.
Disamping esai tentang
tokoh idolanya yang adalah pangima peperangan, Audrey juga menulis esai tentang
untuk tugsa mata pelajaran sosiologi. Ia menyampaikan pandangan kritis tentang
makna kemerdekaan.
Esai ini memberi
gambaran pemikiran Audrey semasa duduk di bangku SMU di tahun 2001. Menyoroti makna
kemerdekaan dan penjajahan, Audrey memberikan perbandingan karakter bangsa yang
sudah lama merdeka dengan bangsa Indonesia.
Audrey memecahkan rekor
MURI pertamanya pada usia 10 tahun 11 bulan. Ia berhasil lulus ujian TOEFL
Internasional dengan skor tertinggi, 573, di usia termuda. Kemudian, di usia 12
tahun, Audrey berhasil lulus ujian DELF (Diplome d’etudesen langue
francaise-diploma bahasa Prancis) A1-A3, dengan skor tertinggi di usia termuda.
Lalu saat usianya 14 tahun, ia memecahkan rekor TOEFL-nya sendiri dengan skor
670. Disusul tahun berikutnya dengan rekor tes SAT (scholastic Aptitude Test) I
& II, yang merupakan syarat masuk perguruan-perguruan tinggi terkemuka di
Amerika Serikat. Untuk tes SAT II-nya, Audrey memilih lima mata pelajaran yang
berbeda sebagai materi ujiannya: frence,
Physic, Writing, Mathematics, dan World
History.
Jika dilihat secara
kasat mata, Audrey adalah seorang anak yang sangat berbakat, dengan kemampuan
memecahkan berbagai rekor akademis yang tak pernah didengar sebelumnya. Karena
itu, ayahnya tidak tinggal diam melihat anaknya meraih berbagai macam prestasi
spektakuler. Ia tak segan-segan melayangkan surat elektronik ke Kementrian
Pendidikan Singapura (MOE), memohon saran akan fasilitas pendidikan pendidikan
yang terbaik untuk putrinya. MOE menjawab bahwa Singapura tidak memiliki
fasilitas yang memadai saat itu untuk anak-anak berbakat seperti Audrey, dan
menyarankan beliau untuk berkonsultasi dengan pakar pendidikan dari AS.
Para pakar inilah yang
kemudian merujuk beliau ke program PEG (Program
for the Exceptionally gifted) di Mary Baldwin College, Virginia, Amerika
Serikat. Program ini memungkinkan gadis-gadis berbakat usia 13-16 tahun dari
seluruh Amerika untuk memulai studi S1 mereka jauh lebih awal dari biasanya.
Para mahasiswi PEG biasanya menimba ilmu di Mary Baldwin selama setahun sebelum
di transfer ke Universitas lain yang lebih prestisius. Ini pula yang akan
dilakukan oleh Maria Audrey Lukito, pelajar asing pertama yang diterima oleh
program revolusiner tersebut.
Tidak ingin membuat
anaknya kecewa, Budi Loekito tidak pernah pernah memberitahu Audrey bahwa semua
rekor dan prestasi akademisnya telah dilayangkan ke komite penerimaan PEG.
Hingga suatu sore, ia memanggil Audrey dan dengan santai berkata, “Drey, papa
tahu kamu suka menulis esai dalam bahasa Inggris. Ini ada beberapa pertanyaan
yang Papa temukan dari Internet. Kamu mau tidak menguraikan pendapatmu tentang
topik-topik ini?”
Audrey melihat dengan
sekilas pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud. Hmm, menarik sekali! Pikirnya.
Menurut kamu, apakah yang salah dari sistem pendidikan zaman sekarang? Jika
kamu bisa merubah satu hal besardalam hidupmu, apakah yang akan kamu ubah?
Apakah cita-ita terbesarmu dalam hidup?
Padahal tanpa
diketahuinya, pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bagian dari
formuliraplikasi yang disyaratkan oleh PEG. Terkesan akan semua jawaban Audrey
dan prestasi akademis serta ekrakurikulernya, komite penerimaan PEG mengundang
Audrey dan orang tuanya untuk interview secara terpisah pada Desember 2001.
Banyak orang yang
menyarankan agar mereka menuda jadwal keberangkatan mereka karena waktu itu
baru 3 bulan setelah peristiwa 11 September.
Akan tetapi, tidak ada
keraguan sedikitpun di hati mereka. Audrey yang haus akan ilmu pengetahuan yang
selama ini ia merasa yang dinginkannya terbatas dinegerinya, dan akan kembali
ke tanah airnya setelah cukup menuntut illmu untuk ikut berpartisipasi dalam
pembangunan negerinya. Sedangkan sang ayah yang tentu saja punya rencana yang
berbeda. Budi Loekito berharap anaknya akan kerasan di negeri orang dan
melupakan cita-cita konyolnya.
F. Menjadi Indonesia Di Amerika
Ketika tiba diVirginia,
Audrey cepat belajar bahwa cuaca disini terlalu dingin di musim dingin dan terlalu
panas di musim panas. Maria Audrey Lukito memulai hari-harinya seebagai
mahasiswa pada Januari 2002, di semester musim semi. Semester pertama dilalui
Audrey dengan mengambil kelas yang amat bervariasi: Business management,
Fisika, Sastra Ibrani, Politik, bahasa Prancis, dan Pidato. Jika akhirnya dia
memilih Fisika sebagai jurusannya, itu tidak lain karena ia sangat ingin
mendalami berbagai macam fenomena alam.
“Indonesia itu seperti
apa?” demikianlah selalu pertanyaan mereka. Saat Audrey menggunakan telepon
umum di ruang tamu asrama untuk menghubungi orang tuanya, banyak temannya yang
bergerombol ingin mendengarkan percakapan mereka dalam bahasa Indonesia. Tak
jarang Audrey mendengar temannya berkomentar, “Bahasa Indonesia itu indah
sekali! Suatu hari nanti aku pasti akan belajar.” Betapa bangganya Audrey
menjadi orang Indonesia!
Saat liburan musim
panas bergulir, Audrey memutuskan untuk mengambil kelas intensif bahasa Rusia
di University of Virginia (Uva), sebuah universitas negeri top yang didirikan oleh
Thomas Jefferson (presiden ketiga Amerika Serikat).
Mereka digembleng
bahasa Rusia dari pagi hingga malam selama delapan minggu penuh, dengan hanya
beristirahat di hari Sabtu dan Minggu.
Pada semester musim
gugur 2002, Audrey mulai menata rencana kepindahannya dari Maty Baldwin
Collage. Ia melayangkan surat lamarannya kelima universitas top di Amerika.
Emory, UVA, dan WM (William & Mary).
The collage of William
and Mary in Virginia adalah institut pendidikan tertua kedua di Amerika
Serikat. Didirikan oleh Raja William dan Ratu Mary melalui Royal Charter pada
1693. Inilah pilihan Audrey.
Banyak hal yang tidak
cocok dengan Audrey di AS, terutama budayanya. Keinginan Loe Seng Hoe agar
anaknya melupakan Indonesia justru menjadi bumerang. Audrey justru semakin
mencintaI Indonesia. Alasannya mudah saja. Ia adalah orang Indonesia
satu-satunya di kampusnya, dan semua teman maupun dosennya bertanya mengenai
Indonesia kepadanya. Karena ia tidak pernah benar-benar mengenal negaranya
akibat orang tuanya selalu melindunginya dari realita brutal di tanah air, dan
ia pun tidak mau mendengar berita buruk tentang Indonesia, maka ia menjawab
hal-hal indah yang pernah dibacanya di buku-buku paket sekolah yang ia miliki.
“Indonesia adalah
negara terbesar di Asia Tenggara. Alamnya subur dan kaya, cuacanya bersahabat,
rakyatnya ramah. Kapan-kapan silahkan datang ke negara kami,” katanya. Bisa
ditebak, mereka semua pun kagum akan negara eksotis yang bernama Indonesia,
tempatnya berasal. Setiap kali ada perbedaan dari gaya bahasa maupun cara
berfikir Audrey, teman-temannya selalu menganggap bahwa itu karena Audrey
“berasal dari Indonesia”. Sungguh tidak disangka bahwa sepanjang hidunya ia
akan diakui sebagai orang indonesia “asli” ketika ia berada ribuan kilometer
dari tanah airnya.
G. Esai Filsafati
Pada
tahun pertama kuliah di negeri Paman Sam, Audrey harus menyesuaikan diri dengan
kurikulum universitas di Amerika Serikat yang tidak membolehkan mahasiswanya
memilih konsentrasi jurusan di tahun pertama. Maka, Audrey pun mengambil kelas
Kitab Yahudi yang mempelajari Kitab Perjanjian Lama dari Injil berdasarkan
sudut pandang sekuler (bukan kristen).
Di
kelas itu, Audrey harus menulis esai perihal 10 pertanyaan kontroversial.
Esainya memperoleh penilaian sangat baik oleh profesor pengajarnya. Bahkan,
sang profesor membujuk Audrey untuk memilih jurusan filsafat atau religi.
Menanggapi rekomendasi itu, Audrey yang masih malu-malu tidak tahu harus
menjawab bagaimana. Ia hanya bisa mengatakan bahwa dirinya akan
mempertimbangkan hal itu. di dalm hatinya, Audrey lebih tertantang untuk
mendalami ilmu fisika dan ilmu politik pada saat itu.
H. Esai Kesenjangan
Gender
Berikutnya adalah
ringkasan dari esai ilmu politik yang disusun oleh Audrey. Esai ini meraih
nilai tertinggi meskipun ditulis oleh seorang remaja yang berusia 14 tahun dan
tidak memiliki latar belakang sejarah ataupun politik Amerika. Padahal menulis
esai awalnya sangat sulit baginya. Namun ia
pantang menyerah pada keyakinan pada saat itu, bahwa kelak suatu hari
nanti pengetahuan yang dipelajarinya akan bermanfaaat bagi Indonesia tercinta.
Esai yang disusun
audrey membahas topik seperti prilaku memilih. Esai yang berjudul “kesenjangan
gender”, menganalisis bagaimana bedanya laki-laki dan perempuan dalam memilih
secara nasional maupun negara bagian.
Berikut ini ringkasan
esai Audrey tersebut:
Pendahuluan
Istilah “kesenjangan gender” pertama
kali ditemukan tahun 1980 oleh pengumpul suara richard Wirthlin untuk
mengambarkan perbedaan dalam prilaku pemberian suara antara pria dan wanita.
Ketika hasil pemilu 1972 pertama kakli dicatat ada sekitar 6,7% perbedaan yang
nyata antara pria dan wanita yang memberikan suara untuk calon dari partai
Demokrat (dengan lebih banyak wanita daripada pria yang memilih McGovern).
Perbedaan ini dapat dianggap “sepele’ hingga tahun 1980, saat pola yang sama
muncul lagi (setelah menyusul hingga 1,8% pada tahun 1976) dan mencapai titik
tertinggi pada tahun 1994 dengan 14,4% perbedaan. Sejak itu, para politikus
elite dan mahasiswa sama-sama selalu berdebat mengenai strategi-strategiyang
paling baik untuk menarik wanita pada pemilu, yang dari 53% pemilih, bisa
sangat mempengaruhi hasil pemilu.
Hipotesis
Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
akan dianalisis dalam esai ini adalah: dalm masalah yang mana terdapat
kesenjangan gender? Bagaimana pria dan wanita bereaksi terhadap masalah
tersebut, dan faktor apa yang dapat menjelaskannya?
Hipotesisnya adalah wanita pada dasarnya
lebih mersa tidak aman dari pada pria, oleh karena itu mereka lebih suka campur
tangan pemerintah daripada pria. Mereka cenderung lebih peduli pada
masalah-masalah kesejahteraan dan perawatan kesehatan sementara pria lebih
khawatir akan masalah pajak, belanja pemerintah, dan yang sejenisnya.
Wanita juga lebih tidak memperhatikan
berita-berita akan kampanye di surat kabar dan kurang mempunyai ketepatan
politik secara pribadi dibandingkan dengan pria. Wanita juga lebih cenderung
menjadi pemilih yang sosiotropis (sociotropic
voters) sementara pria lebih cenderung lebih ke pemilih dompet (pocketbook voters).
Mengenai “mengapa” hipotesisnya adalah:
selain perbedaan-perbedaan alamiah yang dasar dalam hal prilaku yang membedakan
pria dari wanita, pendidikan juga memainkan peran yang penting. Intinya terbuka
untuk ada kejutan-kejutan.
Kesimpulan
Penelitian ini benar-benar suatu
analisis yang lengkap dan dalam mengenai adanya kesenjangan gender dalam
perilaku pemilih. Walaupun demikian temuan-temuan ini sepertinya mengusulkan
bahwa kesenjangan gender disebabkan oleh paling sedikit empat faktor:
perbedaan-perbedaan bawaan antara pri dan wanita, kesenjangan gender dalam
pendidikan, wanita lebih tidak konsisten dalam hal ideologi dan identitas
partai (mereka menjadi lebih liberal dan republiken ketika pendidikan mereka
meningkat), dan yang terakhir, tradisi.
Dan mungkin tradisi menjadi faktor yang
paling penting dibandingkan lainnya. Selama bertahun-tahun dan berabad-abad
wanita dimana pun dianggap berbeda dengan pria, dan tradisi ini tidak dapat
dihilangkan dalam beberapa dekade saja ini adalah tradisi yang menyebabkan
kesenjangan selama 130 tahun dalam hall pemberian hak memilih antara pria dan
wanita. Ini adalah tradisi yang menyebabkan wanita lajang hari in lebih tidak
beruntung secara ekonomis daripada pria lajang. Ini adalah tradisi yang
menyebabkan wanita memiliki kemanjuran politik yang lebih rendah daripada pria,
mendapat penghasilan lebih rendah daripada pria, tidak peduli apa
pendidikannya. Dan mungkin tradisi inilah juga yang menyebabkan kesenjangan
dalam tingkat pendidikan antara pria dan wanita. Selama tradisi ini masih ada
maka kesenjangan gender yang mistrius ini akan tetap meninggalkan jejaknya di
jalur manusia.
Hipotesis yang telah dibahas di depan
dalam esai ini adalah benar, jelas sekali data dalam tulisan ini akurat.
Walaupun begitu, seperti disebutkan di muka, hipotesis initerbuka untuk
kejutan-kejutan, dan memang ada beberapa kejutan yang mengagumkan.
I. Desertasi Akhir
Analisis Neutrino
Dipenghujung masa
mahasiswa tingkat I, audrey menentukan untuk mendalami ilmu fisika danmulai
menghentikan menulis essay diluar topik fisika. Tulisan ini bertujuan
melengkapi pemahaman atas kompleksitas aspirasi audrey pada saat itu, ia
mempelajari banyak hal dan mencatat prestasi tinggi tanpa tahu apa yang ia
ingin lakuakan dihidupnya.
Berikut ini adalah
cuplikan dari skripsinya yang berjudul “Analisis Neutrino yang Dipancarkan
Radioaktif Potassium dari inti Bumi.
Pendahuluan
Penemuan neutrino terjadi pada tahun
1930, ketika ahli fisika menemukan masalah pada kerusakan nuklir beta (yaitu,
proses dimana inti radioaktif diubah menjadi inti yang lebih sedikit ringan
dengan emisi eletron, atau “sinar beta”)
Kami pertama-tama akan mempertimbangkan
kasus dimana tidak terjadi osilasi dan menganalisa latar belakang yang mungkin,
dan kemudian lanjut ke osilasi neutrino dan menghitung jumlah neutrino muon
yang diharapkan dapat kami deteksi, lalu baru membahas hasilnya.
Kesimpulan
Prilaku neutron yang dihasilkan oleh 4019K
pada inti bumi telah dianalisa, baik dalam kasus osilasi maupun dalam kasus
nonosilasi. Kosentrasi dari 4019K pada inti belum
diketahui maka analisa diatas selalu terpusat pada menjawab pertanyaan.
“kira-kira apa konsentrasi pada saat hanya ada sedikit neutron yang dihasilkan
yang secara praktis tidak terlihat?”
Maria Audrey Lukito
mendapat ijazah S1-nya pada Desember 2004 saat usianya 16 tahun. Sesuai dengan
tradisi almamaternya, ijazah Audrey ditulis dalam bahasa latin-bahasa
tradisional orang-orang terpelajar di dunia Barat masa lampau. Tercantum
gelarnya dalam tulisan klasik yang apik: Science
Baccalaureum, Summa Cum Laude.
Pada tahun itu juga, ia
telah dilatik menjadi anggota National Society of Collegiate Scholars (NSCS)
dan Golden Key International Honour Society, keduanya perkumpulan kehormatan
akademis yang ternama. Namun, yang paling membanggakan adalah saat ia dilantik
menjadi anggota Phi Beta Kappa (ɸBK) atas nominasi dari Departemen Fisika
William & Mary. Untuk dilantik menjadi anggota NSCS atau Golden Key cukup
dengan memiliki IPK yang tinggi, tetapi untuk dilantik menjadi anggota ɸBK
seorang mahasiswa harus dinominasikan oleh Depertemennya masing-masing. Fakta
bahwa Depertemen Fisika Willianm & Mary mempercayainya untuk kehormatan
tersebut sangatlah membanggakan hati Audrey.
Audrey tahu bahwa jika
ia memutuskan untuk melanjutkan studinya di Amerika, masa depannya akan
terjamin. Ia telah lulus ujian GRE (ujian syarat untuk calon mahasiswa S2 di
Amerika serikat) setahun sebelumnya nilai yang hampir sempurna pula. Bahkan
atas rekomendasi dari profesornya, Yale University pun telah mengulurkan tangan
untuk menawarkan beasiswa padanya. Namun, Audrey tidak pernah bisa menghapuskan
wajah anak-anak miskin yang ia lihat semasa kecil dari benaknya. Bukankah
tujuannya menuntut ilmu setinggi ini adalah untuk membantu mereka, untuk
membangun negerinya? Bagaimana mungkin hal itu bisa tercapai jika ia menerima
tawaran dari Yale dan menjadi ahli fisika? Audrey tahu ubahwa takdirnya tidak
terlletak disana. Maka, ia pun memutuskan untuk kembali ke tanah air dan
membantu bangsanya menjadi negara yang jaya.
J.
The Song of
Love: Pengalaman Keimanan
Terbebas dari Depresi Berat
Setelah akhirnya meraih
gelar sarjana, Audrey berangan-angan untuk kembali ke tanah air tercinta,
memberikan sumbangsih bagi Indonesia, seperti yang dicita-citakan sejak lama.
Namun, impian itu dipandang tiada harapan oleh siapa saja di Indonesia sendiri.
Ironis bahwa Audrey
bisa memahami pahitnya realitas sesudah ia lulus dari Universitas. Saat itulah
ia mengerti bahwa orangtuanya selalu memproteksi dia dari keputusasaan, amarah,
dan ketidakberdayaan karena melihat segala impiannya berantakan. Denga
nmenyadari pahitnya realitas, Audrey tersungkur jatuh ke dalam depresi yang
mendalam. Bukan sekadar stres lagi.
Disaat itulah ia
merasakan uluran tangan kasih sayang tuhan. Bagi Audrey tuhan adalah sumber belas kasih dan pengampunan yang
sangat besar. Audrey merasakan dirinya tidak akan mungkin keluar sari perasaan
depresi berat yang ia alami.
Perasaan yang ia alami,
pengalaman keimanan terbebas dari depresi berat in idituangkan dalam tulisan
panjang bertajuk The Song of Love. Tulisan
ini ia susun berdasarkan pembacaan atas ayat-ayat alkitab dipadu dengan telaah
atas sejumlah pustaka. Dalam manuskip itu, Audrey menuangkan segala yang
dirasakannya. Perpaduan penjelajahan emosional dengan gagasan pemikiran yang
kritis khas seorang Audrey. Ia dengan lincah menyampaikan pandangannya perihal
Taman Firdaus, percakapan antara Adam dan Hawa dengan setan penggoda, kutukan
yang membuat manusia terbuang dari Taman Firdaus, kebenaran sejati, kekuasaan,
dan lain-lainnya. Ditutup dengan bahasan khusus “Song of Love.”
K. Fatamorgana
Acap kali audrey
ditanya , apa yang paling dirindukannya dari negara Amerika Serikat setelah
kepulangannya? Jawaban audrey sungguh mencengangkan bagi kebanyakan
pendengarnya. Ia tidak merindukan makanan Amerika, pemandangannya, ataupun
orang-orangnya melainkan hal-hal yang mendasar yang ia kira dulu akan banyak
ditemuinya di tanah airnya tetapi ternyata tidak, yaitu integritas.
Para dosen dan
mahasiswa di Amerika serikat sangat menjunjung tiggi nilai integritas. Mereka
sanagt bangga dan yakin akan kode kehormatan (honor code) mereka yang
menyatakan bahwa tindakan curang seorang mahasiswa tidak hanya kan menyakiti
dirninya sendiri, melainkan juga akan merusak rasa saling percaya dalam
komunitas kampus.
Karena paham inilah,
hampir semua mahasiswa di universitas yang berkualitas menganggap tindakan
curang sebagai tindakan yang menjijikkan. Karena menjunjung tinggi kode
kehormatan sebagian besar ujian di kampus berlagsung tanpa pengawasan. Bahkan
tidak jarang ujian boleh dibawa pulang.
Apa yang membuat ara
mahasiswa ini bersikap demikian terpuji? Selain martabat dan harga diri yang
tinggi hal ini juga disebabkan oleh tingginya nilai wawasan dan pengetahuan.
Berbeda dengan Indonesia dimana banyak sekali pelajar yang menuntut ilmu demi
gelar., pangkat, dan harta. Dari fenomena yang menyedihkan inilah, negara kita
sangat ahli mencetak manusia kaya gelar tetapi miskin wawasan dan integritas.
Dulu audrey selalu
menganggap orang-orang indonesia yang rajin chek up ke singapura sebagaiii
makhluk-makhluk pengecut. Tidakkah mereka percaya pada tim medis negeri
sendiri. Namun sejak kepulangannya ke tanah air audrey melihat sendir satu
persatu teamn dan keabat dekatnya meninggal akibat mala praktik dokter-dokter
di Idnonesia. Mereka diperlakukan bagaikan barang pecobaan yang tidak ada
harganya, rupanya dokter-dokter diluar negeri lebih menghargai rakyat kita daripada
dokter-dokter di negara sendiri.
Kita harus mengajari
anak-anak kita dari kecil bahwa wrilaku dan kebiasaan memiliki pengaruh besar
terhadap masyarakat. Misalnya, jika mereka mempunyai kebiasaan menyontek,
membenci suatu kelompook tertentu tidak peduli lingkungan, merusak tubuh mereka
dengan narkoba dan sifat tercela lainnya. Kita harus mengajari rakyat kita cara
yang benar melam[pisakan letidakpuasan. Semua makhluk hidup memiliki keluhan
dan ketidajk puasan. Tetapi yang mbedakan kita dari binatang adalh akal budi
dan peradaban kita. Jika binatang hanya memilki insting alamiah, kita sebagai
manusia yang beradab harus melatih diri untuk memilikietika moral, sopan santun
dan tata tertib.
Terakhir
sadarlah bahwa nasib negara kita ada ditangan kita masing-masing. Indonesaia
memiliki banyak potensi untuk menjadi sebuah super power negara unik nan jaya
yang disegani dan dipuja oleh seluruh dunia. Karena kita luas dan juga alan
kita kaya, tinggal kita sendiri yang harus peduli akan nasib tanah air kita.
Beranikah kita untuk mementingakan kepentingan negara diatas suku dan golongan.
Semua jawaban ada di diri kita masing-masing.