Minggu, 23 September 2012

Business Ethics & CSR


Business Ethics &
 Corporate Social Responbility

            Bisnis merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup bagi manusia di muka bumi yang luas ini. Bisa berakhir surga dan bahkan juga bisa berakhir neraka. Tidak semua orang memiliki tujuan yang sama dalam melakukan bisnis. Ada diantara mereka yang ingin menghasilkan kekayaan materil, ada juga yang ingin menambah pengalaman, lain halnya dengan yang sekedar melampiaskan hasratnya untuk berbisnis. Tetapi finish-nya adalah yah menghasilkan uang sebagai bentuk kesuksesan materilnya, dan bisa juga mereka akan mengalami yang namanya ‘balik modal’ atau bahkan merugi ketika bisnisnya belum berhasil. Tetapi usaha yang dipenuhi keyakinan tidak akan pernah kenal kata-kata menyerah dalam hidupnya. Ciri-ciri orang yang sukses adalah tidak mengenal kata menyerah dalam kamus hidupnya. Itu adalah salah satu kalimat yang pernah diucapkan oleh Bapak Ari Ginanjar Agustian
            Didalam berbisnis juga akan ditemui etika-etika  yang digunakan dalam menjalankan suatu bisnis. Ada suatu kelompok bisnis tertentu yang menciptakan etika unik sendiri untuk menjalankan bisnis mereka. Salah satunya adalah perusahaan produk Herbalife. Salah satu agen yang ada di marketing dilarang keras mempengaruhi calon anggota agen lain untuk menjadi anggotanya. Sementara itu setiap anggota baru itu akan menghasilkan bonus poin tersendiri bagi agen yang berhasil merekrut anggota baru tersebut. Dan keuntungan yang bisa mereka ambil dari suatu produk itu juga diatur dalam pasal-pasal tertentu yang dicitakan oleh perusahaan. Kebanyakan dari itu semua adalah seperti etika-etika berbisnis yang dicontohkan Rasulullah SAW, tetapi kenyataannya yang mendirikan perusahaan ini adalah orang Amerika Serikat. Tetapi dengan etika seperti ini, perusahaan mereka menghasilkan jaringan yang mengakar diseluruh pelosok dunia. Itu adalah salah satu bentuk bisnis di masyarakat saat ini.
            “Dunia usaha harus teguh hati. Memang ada ethical dilemma apakah akan teguh hati menjalankan bisnis dengan benar atau mengikuti sistem yang korup. Banyak yang bilang hal ini sudah biasa. Tapi tidak selalu yang biasa itu benar. Makanya pelaku usaha perlu untuk keluar dari yang biasa dan melakukan yang benar,” ungkap Chrysanti Hasibuan, Vice Chair Board of Management Indonesia Business Links (IBL).

            Project Officer Transparency International Indonesia (TII) Riyan Prahasya menambahkan suap memang menjadi praktik korupsi yang umum terjadi di dunia usaha. Biasanya dilakukan untuk memperlancar izin usaha dan untuk mendapatkan proyek kerja. “Malah kalau ditelisik lebih jauh ada indikasi kalau penyuapan dimulai dari tawaran pengusaha. Makanya harus dikembangkan etika bisnis yang baik untuk memotong mata rantai suap tersebut. Tidak kalah penting fungsi pengawasan yang dilakukan dari kalangan mereka sendiri,” paparnya.

            Dalam etika berbisnis dikenal dengan teori etika deontology, teori etika teleology, dan teori etika utilitarianisme.
a.       Teori Etika Deontology
Dalam konsep teori ini menyebutkan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontology sangat, menekankan motivasi kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Sesungguhnya  perusahaan PT PLN (persero) mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik karena PT PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi, menurut teori deontology tidak etis dalam kegiatan usahanya.

b.      Teori Etika Teleology
Berbeda dengan etika deontology, etika teleology justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1994, dimana pengaturan, penyelenggaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis dalam teori etika teleology.

c.       Teori Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat mungkin bagi sebanyak orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat tergantung pada PT. PLN.

Sementara itu ada keterkaitan yang erat pada konsep hubungan antara etika bisnis dan tanggung jawab perusahaan (CSR) yaitu sebuah perusahaan yang bertanggung jawab sosial harus etis dan sebuah perusahaan yang etis harus bertanggung jawab sosial. Makna etis disini adalah melakukan apa yang secara moral benar.

John Elkington (1997), merumuskan Triple Bottom Line atau tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan manusia, yaitu:
a.              Faktor manusia masyarakat (people)
b.             Faktor ekonomi dan keuntungan (profit)
c.              Faktor lingkungan (planet).
          Ketiga faktor ini juga terkenal dengan sebutan triple-P (3P). Faktor ini saling berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada ekonomi, ekonomi dan keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Inilah yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan.

Sebagai dasar hukum yang digunakan salah satunya adalah undang-undang RI No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, pasal 3 ayat 1 poin h bahwa perusahaan yang akan menanamkan modalnya di Indonesia harus berpijak pada asas berwawasan lingkungan. Pasal 15 poin b bahwa korporasi baik asing maupun domestik pada saat menempatkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Secara esensiasi CSR harus memiliki makna bahwa perusahaan bertanggung jawab kepada stakeholder (pemangku kepentingan), bukan hanya shareholder (pemegang saham). Dan manfaat yang ditumbulkan adalah memastikan kalau segenap sumber daya perusahaan dikelola secara bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh stakeholder. Setelah itu kinerja aperushaan akan meningkat berkelanjutan (suitainable), meningkatnya kepercayaan investor terhadap menajemen perusahaan sehingga lebih menarik sebagai target investasi.
Dampak positif lainnya adalah mengurangi waktu yang sia-sia untuk melawan publisitas negatif demi nmeningkatka citra perusahaan diantara stakeholder sebagai good corporate citizen, juga meningkatkan nilai perusahaan.

Terdapat prinsip-prinsip didalam CSR:
a.       kesinambungan atau sustainability. Perusahaan tidak memberikan bantuan secara terus-menerus kepada masyarakat tetapi, dampak yang dia berikan berkelanjutan.
b.      CSR merupakan program jangka panjang.CSR bukanlah aktifitas sesaat yang ingin mendongkrak popularitas dari masyarakat dan memburu profit, tetapi yang dilakukan adalah memelihara relasi yang baik dengan masyarakat.
c.        memberikan dampak positif pada masyarakat di bidang ekonomi, lingkungan, maupun sosial.
d.       dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana bujet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk.

Setiap perusahaan sebenarnya tergantung kepada bagaimana pemimpinnya memimpin. Bagaimana dia me-manage perusahaannya dan unsur-unsur yang terkait didalamnya. CSR harus didasari dengan etika bisnis. Diibaratkan mengendarai mobil, pemimpin perusahaan adalah sopirnya, mobil perusahaannya, dan penumpang adalah unsur-unsur lain yang ada di perusahaan. Jika seandainya sopirnya saja tidak mengendarai mobilnya dengan benar dan tidak mematuhi aturan yang berlaku, maka mobil tersebut bisa saja hancur dalam sekejap karena kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan pemimpin. Dan dampaknya menyebar kemana-mana.
Dan kebanyakan etika bisnis yang sekarang sedang marak-maraknya dilanggar adalah mengambil ‘butiran permata’ yang tidak menjadi miliknya. Memang hanya butiran, tetapi sangat berharga bagi orang yang membutuhkan. Dan jangan menganggap enteng itu hanya secuil butiran, tetapi pepatah ‘lama-lama menjadi bukit’ berlaku disini. Lama-lama menjadi istana, itulah pepatah yang sesuai untuk para pelaku korup di Indonesia yang kaya tapi miskin ini. Jika negara ini tidak memiliki oknum-oknum tersebut, kita tak akan kalah kaya dari Brunei Darussalam yang hanya negara kecil. Dan Indonesia akan makmur untuk kedepannya. Tetapi jangan membayangkannya, hari ini kita sudah mendapatkan piala emas untuk peringkat paling memalukan dimata Asia bahkan dunia. Sebagai peringkat teratas negara terkorup di Asia. Memalukan!

1 komentar: