Business Ethics
&
Corporate Social Responbility
Bisnis
merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup bagi manusia di muka bumi yang
luas ini. Bisa berakhir surga dan bahkan juga bisa berakhir neraka. Tidak semua
orang memiliki tujuan yang sama dalam melakukan bisnis. Ada diantara mereka
yang ingin menghasilkan kekayaan materil, ada juga yang ingin menambah
pengalaman, lain halnya dengan yang sekedar melampiaskan hasratnya untuk
berbisnis. Tetapi finish-nya adalah yah menghasilkan uang sebagai bentuk
kesuksesan materilnya, dan bisa juga mereka akan mengalami yang namanya ‘balik
modal’ atau bahkan merugi ketika bisnisnya belum berhasil. Tetapi usaha yang
dipenuhi keyakinan tidak akan pernah kenal kata-kata menyerah dalam hidupnya.
Ciri-ciri orang yang sukses adalah tidak mengenal kata menyerah dalam kamus
hidupnya. Itu adalah salah satu kalimat yang pernah diucapkan oleh Bapak Ari
Ginanjar Agustian
Didalam
berbisnis juga akan ditemui etika-etika
yang digunakan dalam menjalankan suatu bisnis. Ada suatu kelompok bisnis
tertentu yang menciptakan etika unik sendiri untuk menjalankan bisnis mereka.
Salah satunya adalah perusahaan produk Herbalife. Salah satu agen yang ada di
marketing dilarang keras mempengaruhi calon anggota agen lain untuk menjadi
anggotanya. Sementara itu setiap anggota baru itu akan menghasilkan bonus poin
tersendiri bagi agen yang berhasil merekrut anggota baru tersebut. Dan
keuntungan yang bisa mereka ambil dari suatu produk itu juga diatur dalam
pasal-pasal tertentu yang dicitakan oleh perusahaan. Kebanyakan dari itu semua
adalah seperti etika-etika berbisnis yang dicontohkan Rasulullah SAW, tetapi
kenyataannya yang mendirikan perusahaan ini adalah orang Amerika Serikat.
Tetapi dengan etika seperti ini, perusahaan mereka menghasilkan jaringan yang
mengakar diseluruh pelosok dunia. Itu adalah salah satu bentuk bisnis di
masyarakat saat ini.
“Dunia
usaha harus teguh hati. Memang ada ethical dilemma apakah akan teguh hati menjalankan
bisnis dengan benar atau mengikuti sistem yang korup. Banyak yang bilang hal
ini sudah biasa. Tapi tidak selalu yang biasa itu benar. Makanya pelaku usaha
perlu untuk keluar dari yang biasa dan melakukan yang benar,” ungkap Chrysanti
Hasibuan, Vice Chair Board of Management Indonesia Business Links (IBL).
Project
Officer Transparency International Indonesia (TII) Riyan Prahasya menambahkan
suap memang menjadi praktik korupsi yang umum terjadi di dunia usaha. Biasanya
dilakukan untuk memperlancar izin usaha dan untuk mendapatkan proyek kerja.
“Malah kalau ditelisik lebih jauh ada indikasi kalau penyuapan dimulai dari
tawaran pengusaha. Makanya harus dikembangkan etika bisnis yang baik untuk
memotong mata rantai suap tersebut. Tidak kalah penting fungsi pengawasan yang
dilakukan dari kalangan mereka sendiri,” paparnya.
Dalam
etika berbisnis dikenal dengan teori etika deontology, teori etika teleology,
dan teori etika utilitarianisme.
a.
Teori Etika Deontology
Dalam
konsep teori ini menyebutkan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau
tujuan baik dari tindakan itu melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik
pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang
memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
Etika deontology sangat, menekankan motivasi kemauan baik dan watak yang baik dari
pelaku.
Sesungguhnya perusahaan PT PLN (persero) mempunyai tujuan
yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan
tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik karena PT PLN
belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi, menurut
teori deontology tidak etis dalam kegiatan usahanya.
b.
Teori Etika Teleology
Berbeda
dengan etika deontology, etika teleology justru mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli
di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1994,
dimana pengaturan, penyelenggaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka
PT. PLN dinilai etis dalam teori etika teleology.
c.
Teori Etika Utilitarianisme
Etika
utilitarianisme adalah teori yang menilai suatu tindakan itu etis apabila
bermanfaat mungkin bagi sebanyak orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari
teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan
monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat tergantung pada PT.
PLN.
Sementara itu
ada keterkaitan yang erat pada konsep hubungan antara etika bisnis dan tanggung
jawab perusahaan (CSR) yaitu sebuah perusahaan yang bertanggung jawab sosial
harus etis dan sebuah perusahaan yang etis harus bertanggung jawab sosial.
Makna etis disini adalah melakukan apa yang secara moral benar.
John Elkington
(1997), merumuskan Triple Bottom Line
atau tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan
manusia, yaitu:
a.
Faktor manusia masyarakat (people)
b.
Faktor ekonomi dan keuntungan (profit)
c.
Faktor lingkungan (planet).
Ketiga
faktor ini juga terkenal dengan sebutan triple-P (3P). Faktor ini saling
berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada ekonomi, ekonomi dan
keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan
ekosistem global. Inilah yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan.
Sebagai dasar hukum yang digunakan salah
satunya adalah undang-undang RI No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,
pasal 3 ayat 1 poin h bahwa perusahaan yang akan menanamkan modalnya di
Indonesia harus berpijak pada asas berwawasan lingkungan. Pasal 15 poin b bahwa
korporasi baik asing maupun domestik pada saat menempatkan tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR).
Secara
esensiasi CSR harus memiliki makna bahwa perusahaan bertanggung jawab kepada
stakeholder (pemangku kepentingan), bukan hanya shareholder (pemegang saham).
Dan manfaat yang ditumbulkan adalah memastikan kalau segenap sumber daya
perusahaan dikelola secara bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh
stakeholder. Setelah itu kinerja aperushaan akan meningkat berkelanjutan
(suitainable), meningkatnya kepercayaan investor terhadap menajemen perusahaan
sehingga lebih menarik sebagai target investasi.
Dampak
positif lainnya adalah mengurangi waktu yang sia-sia untuk melawan publisitas
negatif demi nmeningkatka citra perusahaan diantara stakeholder sebagai good
corporate citizen, juga meningkatkan nilai perusahaan.
Terdapat
prinsip-prinsip didalam CSR:
a.
kesinambungan atau sustainability. Perusahaan
tidak memberikan bantuan secara terus-menerus kepada masyarakat tetapi, dampak
yang dia berikan berkelanjutan.
b.
CSR merupakan program jangka
panjang.CSR bukanlah aktifitas sesaat yang ingin mendongkrak popularitas dari
masyarakat dan memburu profit, tetapi yang dilakukan adalah memelihara relasi
yang baik dengan masyarakat.
c.
memberikan dampak positif pada masyarakat di
bidang ekonomi, lingkungan, maupun sosial.
d.
dana yang diambil untuk
CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana bujet untuk
marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk.
Setiap
perusahaan sebenarnya tergantung kepada bagaimana pemimpinnya memimpin.
Bagaimana dia me-manage perusahaannya dan unsur-unsur yang terkait didalamnya.
CSR harus didasari dengan etika bisnis. Diibaratkan mengendarai mobil, pemimpin
perusahaan adalah sopirnya, mobil perusahaannya, dan penumpang adalah
unsur-unsur lain yang ada di perusahaan. Jika seandainya sopirnya saja tidak
mengendarai mobilnya dengan benar dan tidak mematuhi aturan yang berlaku, maka
mobil tersebut bisa saja hancur dalam sekejap karena kecelakaan yang disebabkan
oleh kesalahan pemimpin. Dan dampaknya menyebar kemana-mana.
Dan
kebanyakan etika bisnis yang sekarang sedang marak-maraknya dilanggar adalah
mengambil ‘butiran permata’ yang tidak menjadi miliknya. Memang hanya butiran,
tetapi sangat berharga bagi orang yang membutuhkan. Dan jangan menganggap
enteng itu hanya secuil butiran, tetapi pepatah ‘lama-lama menjadi bukit’
berlaku disini. Lama-lama menjadi istana, itulah pepatah yang sesuai untuk para
pelaku korup di Indonesia yang kaya tapi miskin ini. Jika negara ini tidak
memiliki oknum-oknum tersebut, kita tak akan kalah kaya dari Brunei Darussalam
yang hanya negara kecil. Dan Indonesia akan makmur untuk kedepannya. Tetapi
jangan membayangkannya, hari ini kita sudah mendapatkan piala emas untuk
peringkat paling memalukan dimata Asia bahkan dunia. Sebagai peringkat teratas
negara terkorup di Asia. Memalukan!
waaah keren :)
BalasHapus